Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia
Oleh: Musyaifin
Kedatangan islam di
Indonesia telah banyak memberi pengaruh
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Khususnya di Jawa yang mempunyai
banyak sejarah dan kebudayaan yang mengakar. Hal itu bisa berupa budaya,
kesenian, ritual, dan pendidikan. Lembaga pendidikan memberikan warna
tersendiri bagi sejarah islam di jawa, karena dengan media pendidikanlah ajaran
islam disebarluaskan kepada masyarakat. Pengaruh Walisongo tidak pernah lepas dari peranan ini, karena merekalah yang mempunyai
andil besar terhadap perkembangan agama islam. Pendekatan yang dilakukan
walisongo sangat efektif untuk mengajak orang-orang yang kala itu masih
beragama hindu-budha. Dengan kebudayaan, kesenian dan tentunya cara yang halus
membuat orang-orang lebih simpati dan tertarik.
Jika kita mengkaji tentang sejarah budaya Jawa dan
pendidikan, maka pesantren merupakan institusi yang tak dapat ditinggalkan.
Menurut Dawam rahardjo bahwa pondok adalah hasil penyerapan akulturasi dari
masyarakat Indonesia terhadap kebudayaan Hindu-Budha
dan Kebudayaan Islam yang kemudian menjelmakan suatu lembaga yang lain dengan
warna Indonesia.
Melalui konsep dan model pembelajaran pesantren yang
sederhana ini kemudian dilanjutkan oleh para Ulama sampai sekarang. Hal itu
menunjukkan keberhasilan Walisongo khususnya Maulana Malik Ibrahim yang pertama kali
memperkenalkan pesantren.
1.
Sejarah pondok
pesantren
Pondok secara
etimologis berarti bangunan untuk sementara, rumah, bangunan tempat tinggal
yang berpetak-petak yang berdinding bilik, madrasah dan asrama (tempat mengaji
atau belajar agama islam). “Pondok” yang biasa dipakai dalam tradisi Pasundan
dan Jawa untuk menyebutkan asrama tempat belajar agama islam sebenarnya tidak
sama sekali asli nusantara, tetapi merupakan hasil penyerapan dari bahasa arab
al funduuq yang berarti hotel atau tempat penginapan, pesanggrahan atau tempat
penginapan bagi orang yang bepergian. Hal yang terakhir ini beralasan karena
tempat belajar para siswa dalam tradisi Hindu Budha dikenal dengan istilah
asyrama dan mandala, bukan pondok (al funduuq).
Adapun term “pesantren”
secara etimologis berasal dari pe-santri-an yang berarti tempat santri, asrama
tempat santri belajar agama atau pondok. Sedangkan terminologi “santri”
sendiri menurut Zamakhsyari Dhofier berasal dari ikatan kata “sant”
(manusia baik) dan “tri” (suka menolong) sehingga
santri berarti manusia baik yang suka menolong secara kolektif. Pendapat
berbeda dari Prof. John mengatakan bahwa santri dalam bahasa Tamil berarti guru
mengaji.
Pendapat berbeda
pula datang dari Clifford Geertz berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa
India atau Sansekerta “shastri” yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai
menulis dan kaum terpelajar. Ada juga yang berpendapat bahwa saantri berasal
dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti
seseorang yang mengikuti seorang guru, kemana guru menetap.
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang unik di Indonesia. Lembaga ini telah
berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim salah
satu spiritual father Walisongo yang meninggal tahun 1419 di Gresik dalam
masyarakat Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya guru tradisi pesantren di
tanah Jawa.
Dalam catatan
sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo.
Ketika itu pula Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di
Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang
berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para
santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi.
Mengenai
pendirian dan pelembagaan pesantren pertama kali, baru muncul pada pertengahan
abad ke-18 M. Dari pesantren-pesantren kuno yang terlacak, pesantren Tegalsari
Panaraga yang didirikan tahun 1742 adalah pesantren paling tua. Pada akhir abad
18 M, lembaga pesantren di Jawa semakin bertambah dan mengalami perkembangan
pesat. Hal itu terjadi pada rentang abad ke-19 M. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pesantren muncul pada abad ke-18 M dan melembaga pada abad
ke-19 M.
Dulu, pusat
pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana
murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu
mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu
pekerjaan orang tua sehari-hari. Banyaknya murid dan datang dari berbagai daerahlah
kemudian dibangun bilik-bilik sederhana untuk ditempati sehari-hari bagi para
santri. Pesantren di Jawa masa itu pada umunya jauh dari kota besar atau
terletak di pedalaman.
Ada beberapa
pendapat mengenai proses lahirnya pesantren, perbedaan pendangan ini dapat
dikategorikan menjadi dua pendapat, yaitu:
Pertama,
kelompok ini berpendapat bahwa pesantren merupakan hasil kreasi sejarah anak
bangsa setelah mengalami persentuhan budaya dengan budaya pra islam. Pesantren
merupakan sistem pendidikan islam yang memiliki kesamaan dengan sistem
pendidikan Hindu-Budha. Pesantren disamakan dengan asyrama atau mandala dalam
khazanah lembaga pendidikan pra islam.
Kedua, kelompok
yang berpendapat bahwa pesantren diadopsi dari lembaga pendidikan Islam
Timur-Tengah. Kelompok ini berpendapat meragukan kebenaran pendapat yang
menyatakan bahwa lembaga pendidikan asyrama dan mandala yang sudah ada sejak
zaman Hindu-Budha merupakan tempat berlangsungnya praktek pengajaran tekstual
sebagaimana di pesantren. Termasuk dalam kelompok ini adalah Martin Van
Bruinessen, salah seorang sarjana Barat yang concern terhadap sejarah
perkembangan pesantren di Indonesia.
Martin
menjelaskan bahwa pesantren cenderung lebih dekat dengan salah satu model
sistem pendidikan di Al Azhar dengan sistem pendidikan riwaq yang didirikan di
pada akhir abad ke 18 M.
Menurut
Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah
yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.”
Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama
seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan
dalam waktu yang lebih lama.
Pada awal
rintisannya pesantren tidak hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga
dakwah. Bahkan, misi dakwah ini justru lebih menonjol. Lazimnya, baik pesantren
yang berdiri pada awal pertumbuhannya maupun pada abad ke-19 dan ke-20, pada
awal perjuangannya masih terus menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan
polemik keagamaan.
Adanya pesantren di Jawa tidak lepas dari peranana
walisongo. Pengaruhnya bisa dipahami karena kesuksesan mereka yang luar biasa
dalam mengislamkan secara damai dan rekonsiliasinya dengan nilai dan kebiasaan
lokal. Pendekatan walisongo kemudian secara berkesinambungan melalui institusionalisasi
pesantren.
2.
Peran Walisongo dalam bidang
Pendidikan Pondok
Pesantren
Sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan pondok
pesantren tidak lepas dari penyebaran Islam di bumi nusantara, sedangkan
asal-usul sistem pendidikan pondok pesantren dikatakan Karel A. Steenberink
peneliti asal Belanda berasal dari dua pendapat yang berkembang yaitu; pertama
dari tradisi Hindu. Kedua, dari tradisi dunia Islam dan Arab itu sendiri.
Pendapat
pertama yang menyatakan bahwa pesantren berasal dari tradisi Hindu berargumen
bahwa dalam dunia Islam tidak ada system pendidikan pondok dimana para pelajar
menginap di suatu tempat tertentu disekitar lokasi guru. I.J. Brugman dan K.
Meys yang menyimpulkan dari tradisi pesantren seperti; penghormatan santri
kepada kiyai, tata hubungan keduanya yang tidak didasarkan kepada uang, sifat
pengajaran yang murni agama dan pemberian tanah oleh Negara kepada para guru
dan pendeta. Gejala lain yang menunjukkan azas non-Islam pesantren tidak
terdapat di Negara-negara Islam.
Pendapat kedua
yang menyatakan bahwa system pondok pesantren merupakan tradisi dunia Islam
menghadirkan bukti bahwa di zaman Abasiah telah ada model pendidikan pondokan.
Muhammad Junus, misalnya mengemukakan bahwa model pembelajaran individual
seperti sorogan, serta system pengajaran yang dimulai dengan baljar tata bahasa
Arab ditemukan juga di Bagdad ketika menjadi pusat ibu kota pemerintahan Islam.
Begitu juga mengenai tradisi penyerahan tanah wakaf oleh penguasa kepada tokoh
religious untuk dijadikan pusat keagamaan.
Terlepas dari
perbedaan para pakar mengenai asal tradisinya, pesantren merupakan lembaga
pendidikan tertua di Indonesia. Bahkan kita bisa mengatakan bahwa pesantren
adalah warisan budaya para pendahulu. Jika pun tradisi pesantren berasal dari
Hindu-India atau Arab-Islam, bentuk serta corak pesantren Indonesia memiliki
ciri khusus yang dengannya kita bisa menyatakan bahwa pesantren Indonesia
adalah asli buatan Indonesia, indigenous.
Nama Maulana Malik Ibrahim pioneer Wali Songo
disebut sebagai tokoh pertama yang mendirikan pesantren.Maulana Malik Ibrahim
atau lebih terkenal sebagai Sunan Gresik adalah seorang ulama kelahiran
Samarkand, ayahnya Maulana Jumadil Kubro keturunan kesepuluh dari Husein bin
Ali. Pada tahun 1404 M, Maulana Malik Ibrahim singgah di desa Leran
Gresik Jawa Timur setelah sebelumnya tingal selama 13 tahun di Champa.
Perjalanan
Maulana Malik Ibrahin dari Champa ke Jawa adalah untuk mendakwahkan agama Islam
kepada para penduduknya. Di Jawa, beliau memulai hidup dengan membuka warung
yang menjual rupa-rupa makanan dengan harga murah. Untuk melakukan proses
pendekatan terhadap warga, Maulana Malik Ibrahim juga membuka praktek ketabiban
tanpa bayaran. Kedermawanan serta kebaikan hati, pedagang pendatang ini membuat
banyak warga bersimpati kemudian menyatakan masuk Islam dan berguru ilmu agama
kepadanya.
Pengikut Sunan
Gresik semakin hari semakin bertambah sehingga rumahnya tidak sanggup menampung
murid-murid yang datang untuk belajar ilmu agama Islam. Menyadari hal ini,
Maulana Malik Ibrahim yang juga dikenal sebagai Kakek Bantal mulai mendirikan
bangunan untuk murid-muridnya menuntut ilmu. Inilah yang menjadi cikal bakal
pesantren di Indonesia.
Meski begitu,
tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti
yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren
pertama di Kembang Kuning kemudian pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan
mendirikan pesantren kedua di sana. Dari pesantren Ampel Denta ini lahir
santri-santri yang kemudian mendirikan pesantren di daerah lain, diantaranya
adalah Syekh Ainul Yakin yang mendirikan pesantren di desa Sidomukti, Selatan
Gresik dan Maulana makdum Ibrahim yang mendirikan pesantren di Tuban.
3.
Pendidikan Pasca Indonesia Merdeka
Setelah
melewati masa-masa sulit akibat penjajahan perang, selanjutnya pesantren
memasuki era pascakemerdekaan dan berkiprah di zaman pembangunan. Secara garis
besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan
mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju, khususnya dalam mengejar
keserbaterbelakangan di berbagai sektor kehidupan.
Secara umum
pendidikan orde lama sebagai wujud interpretasi pasca kemerdekaan di bawah
kendali kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan.
Pemerintahan yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana
pendidikan akan dibentuk dan dijalankan demi pembangunan dan kemajuan bangsa
Indonesia di masa mendatang. Pada prinsipnya konsep sosialisme dalam pendidikan
memberikan dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok masyarakat tanpa
memandang kelas sosial.
Pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru ke
negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri
dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Tidak ada halangan ekonomis
yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah, karena diskriminasi
dianggap sebagai tindakan kolonialisme. Pada saat inilah merupakan suatu era di
mana setiap orang merasa bahwa dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap
orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Pada masa ini
tidak ketinggalan pula
pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan islam juga turut andil dalam
membangun dan memajukan pendidikan di indonesia. Terdapat bukti-bukti sejarah
bahwa tidak sedikit putra terbaik bangsa yang ditempa di pesantren. Mereka
tidak hanya terlibat dalam perjuangan fisik, tetapi ikut andil bagian dalam
mendirikan bangsa dan mengisi era kemerdekaan. Sejalan dengan itu, tidak
berlebihan seandainya pada periode tahun 1959-1965 pesantren disebut “alat
revolusi” dan penjaga keutuhan Indonesia.
Daftar Pustaka:
Steenbrink. A DR Kareel, 1984, Beberapa Aspek
tentang Islam di Indonesia Abad ke- 19,
Jakarta : PT Bulan Bintang
Mughits, Abdul, 2008, Kritik Nalar Fiqh
Pesantren, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group
Jamil, Abdul dkk, 2002, Islam dan Kebudayaan
Jawa, Jakarta : Gama Media
Haedari, HM Amin dkk, 2004, Masa Depan
Pesantren Dalam Tantangaan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, Jakarta : IRD PRESS
Mas’ud, Abdurrahman, 2004, Intelektual Pesantren-Perhelatan
Agama dan Tradisi, Yogyakarta : LKiS
find more information dog dildo,wolf dildo,dog dildo,dog dildo,wholesale sex toys,horse dildo,wholesale sex toys,vibrators,horse dildo her explanation
BalasHapus